Kompetisi Bahasa Dan Sastra Kota Yogyakarta 2024, Perkuat Jaringan Para Pelestari Sastra Tradisional
YOGYAKARTA – Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta melakukan upaya yang serius dan sistematis agar generasi muda tidak kehilangan akses dan apresiasi terhadap kekayaan budaya mereka sendiri. Salah satunya melalui penyelenggaraan Kompetisi Bahasa dan Sastra tahun 2024 ini.
“Pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa di Kota Yogyakarta tidak hanya sekadar menjaga warisan budaya, tetapi juga mempertahankan identitas lokal yang kaya dan bermakna. Pelestarian ini menjadi semakin penting di tengah arus modernisasi dan globalisasi yang kian kuat,” kata Sekretaris Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Drs Dwi Hana Cahya Sumpena saat membuka gelaran Kompetisi Bahasa dan Sastra Kota Yogyakarta Tahun 2024 di Taman Budaya Embung Giwangan, Selasa (16/7/2024).
Dwi Hana yang hadir mewakili Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Yetti Martanti melanjutkan, sebagai pesta sastra dan aksara Jawa rutin tahunan, berbagai lomba digelar dengan sasaran masyarakat umum. Sebanyak 15 jenis cabang kompetisi diikuti 394 orang peserta warga Kota Yogyakarta yang terbagi dalam jenjang anak, remaja, dewasa dan umum. Adapun jenis kompetisi yang digelar adalah macapat, maca geguritan, maca cerkak, alih aksara, sesorah dan mendongeng, serta panatacara.
Menurutnya, kompetisi tersebut dilaksanakan dalam dua tahap. Yakni dimulai dari seleksi video pada Juni 2024 lalu dan seleksi langsung atau final pada Selasa-Kamis (16 hingga 18 Juli 2024).
Sementara itu, Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Ismawati Retno menjelaskan, final kompetisi ini diikuti 145 orang peserta terseleksi. Setiap cabang kompetisi dipilih juara pertama hingga harapan kedua. Sedangkan tiga pemenang terbaik pada masing-masing kategori bakal menjadi tim kontingen Kota Yogyakarta untuk mengikuti lomba serupa di tingkat DIY pada Agustus mendatang.
“Kami mendatangkan juri-juri yang kompeten baik dari kalangan sastrawan, komunitas, maupun akademisi. Harapannya, kompetisi ini juga menjadi wadah strategis untuk mempertemukan para pelestari sastra tradisional, sekaligus menjadi media untuk memperkuat jaringan dan kerjasama antar komunitas sastra dan aksara. Sehingga akan tercipta sinergi yang kuat dalam upaya pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa di Kota Yogyakarta” papar Ismawati.
Ismawati melanjutkan, melalui kompetisi tersebut, diharapkan identitas lokal masyarakat Yogyakarta bisa dipertahankan dan diperkuat.
“Bahasa, sastra, dan aksara Jawa adalah elemen penting dari identitas tersebut. Sastra Jawa, yang sering mengandung cerita-cerita epik dan filosofi hidup, berfungsi sebagai media pembelajaran moral dan etika. Kompetisi ini menjadi sarana untuk menyebarluaskan nilai-nilai ini kepada generasi muda,” papar Ismawati.
Sementara salah satu juri pada kompetisi alih aksara, Fajar Wijanarko menjelaskan, langkah Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta menjadi potret kerja pelestarian nyata terhadap warisan keberaksaraan nusantara, khususnya aksara Jawa.
Kompetisi alih aksara menjadi cikal bakal dari penelusuran bibit unggul para pelestari tradisi Sastra Jawa klasik yang hakikatnya sebagai piwulang budi pekerti terdapat dalam susastra tersebut. Meski dirasa tidak representatif dengan zaman yang terus menuntut untuk melaju kencang, kemampuan alih aksara justru menjadi medium pelanting yang reflekstif dari masa silam untuk membaca perubahan zaman berasaskan nilai dan ajaran.(*)