AVS Siap Penuhi Kebutuhan Produk Berteknogi Tinggi Dalam Negeri
JAKARTA – PT Alam Virtual Semesta (AVS) siap menjadi tuan di rumah sendiri. Meski masih skala usaha kecil dan menengah (UKM), AVS tidak keder bersaing dengan produk serupa dari luar negeri. Terutama untuk produk berteknologi tinggi.
Seperti diketahui, AVS merupakan produsen asal Indonesia yang menyediakan alat-alat simulator. Mulai dari simulator untuk pendidikan teknik dan kedokteran, simulator kendaraan pembuatan SIM, video conference yang terjamin kerahasiaannya, hingga simulator alat-alat militer seperti tank dan senjata.
AVS juga pe-de saat ikut dalam gelaran Business Matching Tahap Kedua yang digelar Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) di Smesco. Ini membuktikan, Indonesia mampu menciptakan produk dengan teknologi tinggi dan mampu bersaing dengan produk teknologi asing.
“Kami sudah hampir empat tahun berdiri. Fokus bisnis kami lebih banyak pada penyediaan alat simulator, teknologi berbasis Internet of Things (IoT) dan elektronik informatika, di mana 100 persennya teknologi tersebut kami ciptakan sendiri,” kata Business Manager PT Alam Virtual Semesta (AVS) Dwi Wahyudi saat mengikuti pameran Business Matching Tahap Kedua di Smesco, pekan lalu (17/04/2022).
Sejauh ini, ungkap Dwi Wahyu, AVS sukses memenuhi kebutuhan simulator untuk pelatihan dan pengujian di tingkat pendidikan. Alat yang diproduksi AVS seperti simulator las/welding simulator banyak dipesan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tersebar di Pulau Jawa dan Kalimantan.
“SMK tersebut didanai dari dana alokasi khusus (DAK) pemerintah yang disalurkan pemerintah provinsi. Serapan pemerintah daerah untuk kebutuhan sekolah cukup tinggi. Terutama welding simulator las untuk SMK, di mana setiap tahun kebutuhan di dinas pendidikan selalu ada. Nggak pernah dicoret dari anggaran,” papar Dwi Wahyu.
Selain untuk pendidikan, simulator yang diproduksi AVS juga banyak dipesan industri pertambangan dan perminyakan. Tak hanya itu, alat-alat simulator produk AVS juga banyak diekspor ke Filipina lewat tender.
“Dengan adanya business matching ini, yang tadinya kami fokus ekspor saja, tapi dibantu juga untuk menyediakan kebutuhan di dalam negeri melalui belanja pemerintah. Kalau kita sendiri, tentu itu cukup sulit,” imbuhnya.
Dwi Wahyu menjamin alat simulator buatan AVS mampu bersaing dengan produk luar negeri. Bahkan, saat jualan di Pulau Jawa, pihaknya harus head to head bersaing dengan produk asal Eropa, seperti Inggris dan Rusia.
“Secara kualitas, lawan tender kita kebanyakan dari Australia, Rusia, dan Eropa. Beberapa kali kita menang tender lawan Australia dan Eropa. Karena dari segi cost pasti mereka lebih tinggi. Namun, dari sisi kualitas, kita juga mampu bersaing karena hampir sama kualitasnya,” katanya.
Keunggulan lain dari produk yang mereka miliki adalah karena muatan lokal, secara konten bisa mudah di-custom sesuai kebutuhan. Dwi Wahyu memastikan, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk-produk AVS ini di atas 60-70 persen.
“Barang pure membuat sendiri, kecuali monitor sama komputer. Sisanya manufacturing dan teknologi 100 persen kita buat sendiri,” kata Dwi Wahyu meyakinkan.
Ia menyatakan, melalui business matching, mereka bisa lebih jauh mengenalkan produknya kepada instansi pemerintah maupun swasta. Kemudian AVS bisa menjalin lebih banyak interkoneksi.
“Kami belum masuk e-kalatog-nya LKPP, karena business matching ini kami jadi tahu caranya dan bisa mengurus sertifikasi TKDN lebih baik. Adanya acara semacam ini tentu banyak membantu kami sebagai UKM,” katanya.
Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman menegaskan, business matching membantu mempertemukan kebutuhan pemerintah dan UMKM.
“Kita jadi tahu berapa sih kebutuhan pemerintah. Kalau ada gap ya kita bisa siapkan industrinya untuk memenuhi gap tersebut,” kata Hanung.
Hanung melanjutkan, pihaknya mendorong lebih banyak lagi produk inovasi yang harus dikenalkan ke publik, sehingga pemanfaatannya akan lebih besar.
“Banyak dari kita ini, juga baru tahu kalau anak-anak muda Indonesia bisa membuat teknologi tersebut,” katanya.
Ia menyebut, saat ini market inovasi produk berbasis teknologi sangat luas. Ketersediaan barang pun bisa dipenuhi di dalam negeri, sehingga tak perlu lagi mengimpor dari China.
“Teman-teman kita ini bisa membuat alat simulasi las untuk pendidikan. Penerbangan juga bisa, tergantung permintaannya. Bahkan bedah anatomi, menembak simulator juga ada. Salah satu tujuan kita memperkenalkan apa yang sudah anak bangsa bisa buat,” ungkap Hanung.
Pihak Kementerian Koperasi dan UKM berharap dukungan semua pihak untuk mensukseskan kegiatan business matching tahap kedua tersebut. Sementara dari pihak penyedia dalam hal ini UMKM, diharapkan masuk dalam ekosistem LKPP, baik melalui e-katalog maupun bela pengadaan. “Semoga Kementerian/Lembaga (K/L) daerah juga tak ragu-ragu beli produk lokal yang sudah teruji,” katanya.(*)