Guru Besar UIN SUKA: Skandal Kriminal Ferdy Sambo Cermin Problem Karakter
YOGYAKARTA – Prof. Dr. Amin Abdullah membaca skandal Irjen Pol Fedy Sambo sebagai problem karakter buruk yang bisa menimpa siapapun dan bisa menggilas citra diri dalam sekejap mata.
“Ferdy Sambo itu semula orang hebat, pangkatnya tinggi, kaya, tetapi karakternya (buruk) telah menghancurkan dirinya dalam hitungan detik. Citranya habis, hartanya habis. Keluarganya ikut terkena imbasnya. Jadi karakter, ahlak yang baik itu sangat penting,” kata Prof. M. Amin Abdullah, Senin (5/9/2022) di Kampus Terpadu Jalan Tata Bumi Selatan, Banyuraden, Gamping, Sleman.
Di hadapan mahasiswa baru tahun ajaran 2022 -2023 Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta yang tengah mengikuti stadium general, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga (SUKA) Yogyakarta ini menyatakan, orang dengan mudah menyebut karakter baik, ahlakul karimah, faktanya dalam pelaksanaan sangat sulit. Seorang dikatakan berkarakter baik, dia bisa bersikap kesatria, dengan mengakui secara jujur atas perbuatannya.
“Ferdy Sambo itu perwira, tetapi dia tidak menunjukkan sikap kesatria, awalnya dia tidak mengakui perbuatannya (dalam kasus menembak ajudannya sendiri). Kalau kesatria, orang berbuat jahat tidak menutu-nutupi, tidak munafik. Ini tampaknya menjadi problem di negeri kita,” sindir Prof Amin.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini melanjutkan, seorang polisi berpangkat jenderal telah melalui berbagai pendidikan dalam kurun waktu puluhan tahun. Ketika nilai-nilai pendidikan kepolisian, kemiliteran tidak menjadi bagian keseharian, ini menjadi problem serius di Indonesia.
Dikaitkan dengan budaya, mantan rektor UIN Sunan Kalijaga itu menyatakan, problem karakter individu, kelompok, dan bangsa secara keseluruhan terkait dengan budaya permisif.
“Kita bisa bicara jangan lakukan kekerasan, faktanya sebagian dari kita melakukan kekerasan. Ini masalah budaya permisif,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor UWM Yogyakarta Prof. Dr. Edy Suandi Hamid menyatakan, karakter ini mengalahkan kehebatan kompetensi, ketrampilan teknologi, dan lainnya. “Tanpa karakter atau karakter buruk, semua kompetensi menjadi madharat, tidak manfaat, sebaliknya menghancurkan kemanusian,” jelas Prof Edy Suandi.(*)