Dr. Oktiva Anggraini: Selamatkan Korban Perundungan Siber

0
07- UWM-1

Dr. Oktiva Anggraini saat ikut program pengabdian masyarakat.

YOGYAKARTA – Keakraban kaum remaja dengan gadget atau gawai bisa menjadi bumerang dan sasaran tembak para pelaku perundungan siber (cyberbullying).

Hal tersebut dikatakan Dr. Oktiva Anggraini, SIP.SP.Pd, M.Si., saat berpartisipadi dalam program pengabdian masyarakat di Kelurahan Prenggan, Kotagede, Yogyakarta (5/6/2022).

Menurut Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta ini, perundungan pada ranah dunia maya sebagai migrasi bentuk dari perundungan dunia nyata, sangatlah membahayakan para remaja. “Perundungan di dunia maya pada akhirnya bisa mutasi lagi menjadi konflik dan kekerasan dalam dunia nyata,” tegas Oktiva.

Mengutip data 2019 dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), frekuensi tindak perundungan di media sosial masuk kategori masif. Tercatat, sebanyak 49 % pengguna siber dari 150 juta lebih mengalami perundungan.

“Maknanya pengguna siber yang mengalami perundungan sangat banyak,” imbuhnya.

Yang  memprihatinkan, lanjut Oktiva, para korban cenderung mencari aman, dengan memilih diam, tidak melaporkan. “Dari 49% yang mengalami perundungan, sebanyak 37,5% memilih untuk membiarkan tindakan tersebut,” ujar  Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UWM Yogyakarta ini.

Oktiva menyatakan, para remaja korban perundungan di siber yang tidak membuka kasusnya kepada keluarga maupun publik merasakan dampaknya sendiri. “Efek mereka membiarkan kasus yang menimpa adalah derita pada diri remaja yang menjadi korban kejahatan tersebut. Situasi ini sesungguhnya bukan persoalan sederhana, sebaliknya ini situasi yang sangat sulit bagi mereka,” katanya.

Ia menyinggung peran orangtua sangat strategis dan vital untuk mengantisipasi anak-anak yang menjadi sasaran perundungan siber. “Orangtua harus hadir, cepat, dan sigap membantu mengatasi dan menyelamatkan perundungan di media sosial dan media sejenis lainnya,” tegasnya.

Ada tiga bentuk dampak yang biasanya dirasakan korban. Yakni, dampak psikis, fisik, dan psikososial.  Dampak psikis ringan seperti cemas, takut, dampak berat seperti depresi dan keinginan untuk bunuh diri.

Dampak fisik, sebagai rentetan dari psikis, penderita akan pusing, asam lambung naik, sulit tidur, serta gangguan pencernaan.

Dampak berikutnya bersifat psikososial. Seperti, anak malas belajar, prestasi menurun, bahkan enggan pergi ke sekolah karena merasa telah dikucilkan teman-temannya.

Ditegaskan, peran orangtua sangat penting. Terutama dalam memberikan literasi media sosial dan bentuk siber lainnya.  Menurutnya, pilihan ini sangat moderat, jauh lebih bijaksana daripada melarang remaja menggunakan media internet.

Ditambahkan, orangtua juga harus sigap saat menghadapi anak sendiri maupun anak orang lain yang menjadi korban perundungan. Seperti mendokumentasikan bukti perundungan dengan cara screenshoot, menyimpan pembicaraan,memblokir akun pelalu pembulian.

“Pada proses penyelamatan dan identifikasi kejadian itu, kita jangan membalas chat, lakukan saja menyembunyikan komentar yang sekiranya tidak pantas. Ketika pelaku perundungan teman sekolah, orangtua bisa bekerja sama dengan guru dan komite sekolah untuk mengatasi hal ini,” katanya.

Peran lain yang sangat penting adalah orangtua harus membangkitkan kepercayaan diri anak korban perundungan siber, agar anak mau kembali bersekolah dan bersemangat berprestasi seperti sebelumnya.

Dalam memainkan peran tersebut, orangtua juga perlu mempelajari UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan transaksi elektronik dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Acara pengabdian masyarakat sendiri berjalan dengan prokes serta diikuti dengan simulasi dan Q and A sebagai bagian evaluasi. Kegiatan yang diikuti pengurus RT, penggerak PKK, dan warga masyarakat kelurahan Prenggan tersebut diakhiri dengan pemberian doorprize bagi peserta pemenang Q and A.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *