Kisah Sukamdi, Buruh yang Dua Putrinya Kuliah Gratis di Universitas Negeri Yogyakarta

0

Dari kiri Wijirah, Mutiara, Happy dan Sukamdi.

YOGYAKARTA – Rumah bercat biru di depan Candi Morangan, Sleman terlihat asri dengan rerimbunan pohon di sekitarnya. Pemilik rumah menyambut hangat kedatangan kami. Mereka adalah pasangan suami istri Sukamdi dan Wijirah.

Sukamdi berprofesi sebagai buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu. Sedangkan Wijirah, hanyalah ibu rumah tangga. Namun pasangan ini bukan orang tua biasa, karena kedua putrinya berhasil kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan tidak mengeluarkan biaya sepeserpun.

Anak pertama Sukamdi adalah Mutiara Pesona Bil Jannah. Saat ini tengah menempuh pendidikan di Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial, angkatan 2019. Sedangkan anak keduanya, Widya Happy Hakiki juga menempuh pendidikan di prodi yang sama, angkatan 2021.

Sukamdi mengungkapkan, awalnya dirinya terkejut saat anak sulungnya mengatakan keinginannya untuk kuliah. Ia tidak mengira Tia, panggilan akrab Mutiara, ingin melanjutkan pendidikan tinggi.

Menurut Wijirah, saat Tia mengatakan tentang keinginannya kuliah, warga Morangan, Sindumartani, Ngemplak, Sleman ini menjadi gelisah dan terus memikirkan ketiadaan biayanya.

“Saya sempat sakit memikirkan hal itu” ungkap Wijirah, Rabu (11/05/2022).

Namun pasangan tersebut bersyukur saat mengetahui adanya beasiswa bidikmisi yang membantu meringankan beban mereka dalam menguliahkan kedua anaknya.

Sukamdi menambahkan, awalnya ia pesimistis Tia dan Happy bisa diterima kuliah mengingat kondisi ekonomi keluarga. Keberuntungan menaungi keluarga tersebut, hingga kedua putrinya diterima kuliah di UNY, di mana Mutiara mendapatkan beasiswa bidikmisi dan Happy mendapatkan beasiswa KIP Kuliah, sehingga keduanya kuliah dengan gratis.

Mutiara Pesona Bil Jannah mengaku, awal mula mengetahui tentang adanya beasiswa bidikmisi dari guru BK di sekolahnya. Alumni SMAN 1 Cangkringan itu diterima di UNY melalui jalur SNMPTN. Saat ditanya, bagaimana strateginya agar diterima jalur SNMPTN, Tia menjawab dirinya melakukan mapping pada teman-teman sekolah tentang pilihan program studi pilihan mereka pada SNMPTN.

“Saat itu, belum ada persyaratan harus eligible untuk ikut SNMPTN,” papar Tia.

Akhirnya, setelah melakukan mapping, gadis kelahiran 25 Oktober 2000 ini memantapkan diri memilih Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai pilihannya. Saat ini, Mutiara di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Penelitian UNY dan DPM Fakultas Ilmu Sosial.

Sedangkan adiknya, Happy diterima di UNY melalui jalur SBMPTN, karena tidak lolos eligible SNMPTN. Alumni SMAN 1 Ngemplak ini memilih jurusan yang sama dengan kakaknya, karena menyukai program studi tersebut. Agar lolos ujian tulis berbasis komputer (UTBK) ujian bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN), Happy menyusun strategi belajar. Di antaranya, belajar setelah subuh.

“Saya juga mencari informasi animo prodi yang diincar, agar tidak salah pilih” ungkap Happy.

Gadis kelahiran 1 Januari 2003 ini tidak mengikuti bimbingan belajar (bimbel) karena ketiadaan biaya. Namun, ia berusaha mengumpulkan soal-soal dan kembar kerja siswa (LKS) sejak kelas 1 SMA, belajar giat, serta mencari informasi soal ujian UTBK dari internet yang sekiranya mirip dengan apa yang diujikan.

Berkat ketekunannya tersebut, Happy berhasil menjadi salah satu peserta yang lolos SBMPTN di tengah persaingan yang ketat.

Saat ini, Happy meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) sebesar 3,61 dan Mutiara meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,51.

Untuk menambah pemasukan, Sukamdi dan Wijirah mencoba peruntungan dengan menanam cabai di Sungai Gendol yang berada di belakang rumahnya. Sukamdi mengaku, setelah penambangan pasir di Sungai Gendol berakhir, yang tersisa sejumlah lahan yang bisa ditanami, karena terbawa lumpur yang mengandung tanah. Dari sini, Sukamdi menanam cabai untuk menambah penghasilan keluarga. Namun, bila ada warga masyarakat yang membutuhkan tenaganya, Sukamdi siap bekerja keras karena menanam cabai tersebut hanya sebagai sambilan.

Sukamdi dan keluarganya memberi bukti, orang miskin tidak haram untuk kuliah karena Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi serta Kementerian Keuangan RI memberi dukungan dana melalui beasiswa KIP Kuliah.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *