Kembangkan Pesawat Tanpa Awak, Prof Gesang Nugroho Raih Guru Besar di UGM Yogyakarta

0

Salah satu Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang dipamerkan di Balairung UGM Yogyakarta.

YOGYAKARTA – Dua buah pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV), bernama pesawat UAV Palapa S-1 dan Palapa S-2, dipamerkan di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (21/5/2024).

Pertama kali pesawat Palapa-S1 dikembangkan selama 2,5 tahun lalu dan memiliki kemampuan waktu terbang selama 6 jam tanpa berhenti. Sedangkan pesawat kedua, UAV Palapa S-2 memiliki kemampuan daya terbang selama 10 jam.

Selain bisa dikemudikan tanpa awak, pesawat UAV Palapa S1 memiliki jarak jangkau hingga 50 hingga 300 kilometer. Artinya, pesawat jenis ini bisa digunakan untuk kepentingan pemetaan, pemantauan bencana, hingga kegiatan surveilans.

Seperti diketahui, kedua pesawat tersebut merupakan hasil karya inovasi Dosen Fakultas Teknik Mesin, Fakultas Teknik (FT) UGM Prof. Dr. Gesang Nugroho, ST., MT., IPM.. Bersamaan dengan itu, Dr. Gesang Nugroho kebetulan tengah dikukuhkan sebagai Guru Besar.

Selama 12 tahun, Prof Gesang Nugroho mengembangkan pesawat tanpa awak. Selain berhasil meraih Guru Besar, Prof Gesang juga telah berhasil meraih dua paten terkait pencetakan komposit dengan batuan tekanan balon yang diberi nama Bladder Compression Moulding (BCM) pada pesawat tanpa awak yang sudah dia kembangkan.

Gesang mengatakan, dua pesawat yang memiliki Panjang 2 meter dan 3,3 meter tersebut sudah dilengkapi sistem autopilot dan kemampuan jelajah terbang sesuai dengan titik koordinat.

“Selama terbang akan mampu mengambil foto dan video akan dikirim pada ground control station.  Bedanya, Palapa S-1 mampu terbang 6 jam nonstop, sedangkan Palapa S-2 bisa terbang lebih lama, yakni 10 jam nonstop,” papar Prof Gesang, di sela pengukuhan guru besarnya.

Untuk UAV Palapa S-1, lanjut Gesang, sudah menggunakan telemetri wifi internet dengan jarak tempuh mencapai sejauh 50 kilometer. Menurutnya, Palapa S-1 memiliki kemampuan daya jangkau hingga 300 kilometer, namun komunikasi foto dan video terputus. Sedangkan pada UAV Palapa S-2 menggunakan telemetri satelit, sehingga memiliki kemampuan daya jangkauan tak terbatas. Namun ia mengaku, pesawat yang kedua tersebut belum selesai dikembangkan.

“Belum selesai, nantinya akan dilengkapi sistem autopilot dan sistem komunikasinya menggunakan telemetri satelit, sehingga tak terbatas jangkauannya. Saat ini, baru tahap fase membuat bodinya,” katanya.

Meski masih menggunakan tingkat komponen dalam negeri besar 25-30 persen, namun Prof Gesang optimistis pengembangan pesawat tanpa awak di tanah air akan terus berkembang. Keberadaaan pesawat tanpa awak diperlukan, selain untuk kepentingan militer, juga bisa digunakan untuk kepentingan pemetaan, surveilans, dan pemantauan bencana, serta untuk kepentingan pemeliharaan tanaman pertanian dan perkebunan.

“Kita mendorong perkembangan industri komponen pesawat dan industri pembuatan bodi pesawat dari komposit,” tegasnya.

Saat disinggun soal harga, Prof Gesang memaparkan, pesawat tanpa awak yang dikembangkannya harganya jauh lebih murah dibanding dengan pesawat UAV dari luar negeri. Tidak hanya itu, Prof Gesang menegaskan untuk pemeliharaan dan perawatan pesawat pun bisa dilakukan di dalam negeri.

“Harganya jauh lebih ekonomis, pesawat sekelas ini dijual di Indonesia bisa sampai Rp 3 miliar. Pesawat kita hargaya bisa di bawah Rp 1 miliar,” katanya bangga.

Saat pidato pengukuhan yang berjudul ‘Membangun Industri Pesawat Tanpa Awak Indonesia,’ Prof Gesang menyampaikan, saat ini teknologi Pesawat Tanpa Awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) semakin maju dan berkembang. Kini, UAV tidak hanya merupakan perangkat teknologi canggih semata, tetapi juga merupakan sebuah gebrakan revolusioner yang mengubah perspektif manusia terhadap dunia. Mulai dari kegunaan di sektor militer hingga penerapannya dalam berbagai bidang sipil, UAV sudah melangkah masuk ke setiap aspek kehidupan masyarakat dengan kecepatan yang menakjubkan.

Pada kesempatan ini, Prof Gesang menghimbau masyarakat dan pemerintah harus mau menggunakan produk produk hasil riset bangsa sendiri. “Kalau kerja sama yang saling mendukung berjalan dengan  baik, konsep Invention, Application, and Utilization (IAU) akan berjalan berkesinambungan, sehingga industri manufaktur akan tumbuh dan berkembang di tanah air,” pungkasnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *