Tim Unja Teliti Ekosistem dan Sejarah Sungai Batanghari di Ekspedisi Milir Berakit
JAMBI – Menyambut HUT Provinsi Jambi yang diselenggarakan Yayasan Sahabat Sungai Batanghari, Tim Peneliti Universitas Jambi (Unja) melakukan Ekspedisi Milir Berakit. Tim terdiri dari delapan orang dosen dan mahasiswa.
Tim peneliti ini resmi dibuka oleh Gubernur Jambi dan para pejabat daerah Sarolangun pada Jumat (30/12/2022). Pada hari ke-4, tepatnya Senin (2/1/2023), Ekspedisi Milir Berakit sudah tiba di Pasar Tembesi, Batanghari, Jambi.
Rencananya, perjalanan akan diselesaikan pada 6 Januari 2023 dengan finish di Sungai Batanghari di depan Rumah Dinas Gubernur Jambi.
Ketua Prodi Arkeologi FKIP Universitas Jambi (Unja) Asyhadi Mufsi Sadzali SS MA menjelaskan, tujuan perjalanan tersebut adalah melakukan penelitian multidisiplin. Baik dari sisi arkeologi, arsitektur, sejarah, budaya, dan lainnya. Dalam melakukan pendataan tersebut, akan membantu pemerintah daerah (pemda) untuk seterusnya ditetapkan menjadi cagar budaya dan dilakukan pemugaran.
Beberapa fakta menarik berhasil diungkap para peserta ekspedisi, yang terdiri dari berbagai lintas sektor. Di antaranya, para peneliti dan para arkeolog.
Asyhadi memaparkan, dari perjalanan yang dilakukan beberapa hari tersebut, banyak sekali temuan-temuan yang memiliki nilai sejarah tinggi.
“Dari sepanjang Sungai Batang Tembesi di Kabupaten Sarolangun, ada beberapa wilayah atau desa yang kita jumpai peninggalan sejarah. Di antaranya seperti di Desa Gurun Tuo, Mandiangin Tuo, dan daerah sekitar. Temuan-temuan tersebut masuk kategori Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB), seperti masjid-masjid tua, dan juga rumah-rumah tua yang hingga saat ini temuan tersebut masih aktif digunakan atau ditempati oleh masyarakat,” paparnya.
Ia melanjutkan, karena ekspedisi dan penelitian tersebut lebih fokus kepada daerah pinggiran Sungai Batanghari, jadi pihaknya tidak bisa menggali sejarah lebih jauh lagi ke dalam (ke daratan).
“Saya yakin, masih banyak peninggalan peninggalan sejarah yang masih belum terkuak di desa-desa yang telah kita singgahi tadi. Terutama sejarah kebudayaan,” lanjutnya.
Dari hasil pendataan sementara, temuan temuan sejarah seperti masjid-masjid tua tadi diperkirakan peninggalan yang dibangun pada tahun 1800-1900-an, yang merupakan arsitektur tradisional yang bernilai cukup tua. “Temuan yang ada merupakan peninggalan masa kesultanan Jambi pada masanya, termasuk pemukiman tua yang tersisa dari bangunan-bangunan yang ada,” tuturnya.
Dari ekspedisi yang dijalani tersebut, memang ada beberapa wilayah di sepanjang bantaran Sungai Batanghari yang masih banyak pemukiman yang memiliki peninggalan sejarah budaya. “Seperti di Desa Gurun Tuo, Matagual dan Mandiangin Tuo tadi, tentu di depan masih ada lagi desa-desa yang memiliki nilai sejarah tinggi seperti, Benteng Tembesi, Desa Olak Rambahan yang ada juga percandian. Kemudian, di Muaro Jambi akan banyak lagi tentunya,” katanya.
Tidak hanya sebatas tapak tilas saja, Asyhadi dan tim peneliti berharap seluruh masyarakat bisa melestarikan Daerah Aliran Sungai (DAS). Ia menyatakan rasa terima kasihnya kepada pihak UNJA melalui Rektor yang mendukung kegiatan tersebut dengan menyediakan pendanaan penelitian pada para peneliti dari tim dosen dan mahasiswa Unja.
Selain Asyhadi, Peneliti Ekologi dan Biodiversitas Ikan Sungai Batanghari (FST UNJA) Dr. Tedjo Sukmono, SSi MSi dan Prof. Syahroma Nasution dari BRIN bersama tiga asisten, yakni Apriliawati, Amin Subarman, dan JB Martien juga terlibat dalam ekspedisi tersebut. Mereka berperan sebagai peneliti ekologi dan biodiversitas ikan Sungai Batanghari.
Kegiatan yang dilakukan selama perjalanan adalah mencatat aktivitas antropogenik. Mereka juga mengukur kualitas air sungai dan identifikasi ikan, termasuk beberapa fakta terkait ekologi biodiversitas ikan Sungai Batanghari.
Saat ini, Sungai Batanghari banyak mendapat tekanan dari kegiatan antropogenik. Mulai dari aktivitas PETI, penambangan batu bara, jamban, hingga perubahan alih fungsi lahan. Sepanjang perjalanan tersebut, dicatat sedikitnya 106 unit PETI menggunakan alat Dompeng, sebagian tengah beroperasi. Hasil penelitian biodiversitas ikan di Sungai Batanghari, ternyata beberapa spesies sudah sulit ditemukan.
Hasil wawancara dengan masyarakat di daerah yang digunakan sebagai tempat persinggahan tim, tercatat ikan yang sulit ditemukan adalah arwana silver, belida, susur batang, jelawat, kapiat, ridi angus, dan sepat mutiara. Faktor penyebab berkurangnya spesies tersebut, selain pencemaran sungai juga masyarakat masih menangkap ikan menggunakan alat yang dilarang. Seperti setrum dan racun.
Ekspedisi Milir Berakit ini memotret kondisi aktivitas masyarakat secara langsung di sepanjang Sungai Batanghari. Mereka juga bisa membandingkan pemanfaatan sungai dari masa dahulu hingga sekarang. Tujuan ekspedisi ini memotret kondisi Sungai Batanghari dan aktivitas masyarakat saat ini. Selanjutnya, tim peneliti bisa memberikan saran kepada pemerintah untuk melakukan pengelolaan sungai menjadi lebih baik dengan mengeluarkan peraturan perundangan terkait hal tersebut.(*)