Kampanyekan Transformasi Ekonomi Hijau, Produsen Wajib Batasi Plastik Sekali Pakai

0

Pengolahan sampah terutama sampah plastik sangat sulit dilakukan.

JAKARTA – Transformasi ekonomi hijau yang searah dengan peta jalan penanganan sampah di Indonesia mewajibkan produsen mengurangi produk dan kemasan plastik sekali pakai. Mereka juga didorong untuk beralih pada produk yang bisa diguna ulang.

Rezim penggunaan plastik sekali pakai harus diakhiri, karena memengaruhi perilaku masyarakat terkait penanganan sampah. Apalagi, lebih dari 72% masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap pengelolaan sampah dan cenderung menggunakan sampah plastik sekali pakai sesuai gaya hidup masa kini.

Fungsional Ahli Madya Pedal Direktorat Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Edward Nixon Pakpahan mengatakan, Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 terkait penanganan sampah mewajibkan produsen sektor ritel, manufaktur, dan jasa makanan dan minuman mengurangi produk dan kemasan sampah, termasuk sampah plastik. Langkah tersebut wajib dilakukan dalam rangka mewujudkan komitmen ekonomi hijau Indonesia dalam mengurangi sampah hingga 30% pada 2029.

“Kepada para produsen, regulasi mewajibkan melakukan pengurangan produk sampah. Utamakan kemasan yang bisa diguna ulang. Lakukan pengurangan, lakukan produk yang bisa diguna ulang, baru kemudian yang bisa di-recycle. Tindakan mengurangi sampah diharapkan diawali dari produsen,” kata Edwad, saat mengisi webinar baru-baru ini di Jakarta, pekan lalu (16/03/2022).

Edward juga mengkitik wacana yang mendorong penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai ketimbang galon guna ulang. Menurutnya, AMDK galon sekali pakai bertentangan dengan prioritas penanganan sampah sebagaimana dalam Permen LHK 75/2019.

“AMDK galon sekali pakai, setelah itu akan menjadi sampah. Sedangkan prioritas utama kita adalah mengurangi sampah, bukan mengelola sampah. Kami tidak mendukung yang sekali pakai, usahakan yang bisa diguna ulang. Kami berharap produsen bisa sejalan dengan roadmap ini supaya tidak perlu ada sanksi atau tindakan keras untuk melarang,” katanya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad) Martha Fani Cahyandito mengatakan, ekonomi hijau harusnya digerakkan oleh komunitas dan masyarakat. Penggunaan AMDK galon sekali pakai justru mendukung masyarakat dengan perilaku sekali pakai lalu dibuang, tidak sejalan dengan ekonomi sirkular yang menjadi landasan utama implementasi ekonomi hijau.

Dari perspektif ekonomi, justru itu merugikan, karena AMDK galon sekali pakai tidak mendukung ekonomi sirkular yang memberikan manfaat berlanjut bagi ekonomi. Sementara itu, dari perspektif sosial dan lingkungan, perilaku sekali pakai dan buang ini bakal merugikan masa depan masyarakat dan negara ini karena mendukung perilaku hedonis dan merusak lingkungan.

Ditambahkan Edward, tantangan penanganan sampah, salah satunya adalah dari sosial kultural. Kenyataannya, 72% masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap penanganan sampah. Sementara itu, pemerintah menetapkan target yang jelas pada 2030, yakni tak ada lagi TPA di daerah-daerah, pembatasan masif plastik sekali pakai, dan perubahan perilaku masyarakat yang didasarkan pada kesadaran gaya hidup minim sampah.

“Guna mendukung hal tersebut, sejak tahun lalu, produsen diharapkan menyampaikan perencanaan terkait penanganan sampah. Memang ada korporasi yang menyampaikan rencana timbulan sampahnya hingga 2029. Penanganan sampah adalah komitmen bersama, dimulai dari kurangi sampah, gunakan produk guna ulang,” tegasnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *