Mahasiswa UNY Manfaatkan Air Limbah Lele Jadi Pupuk Organik

Para mahasiswa UNY yang membuat pupuk cair dari air limbah lele.
YOGYAKARTA – Tren menanam buah dalam pot atau tabulampot tengah naik daun di Indonesia. Budi daya tambulampot memiliki banyak benefit secara bisnis. Mulai dari keuntungan lebih besar, tingkat keberhasilan tinggi, bisa berbuah di luar musimnya, mudah dipindah, dan bisa dikembangkan di berbagai lahan.
Selain itu, manfaat lain dari tambulampot adalah adanya buah yang dihasilkan dalam proses budi dayanya. Buah kaya akan asam askorbat dalam jumlah yang cukup sebagai aktivitas anti-oksidan yang baik dan diklaim bisa digunakan sebagai pencegahan gejala utama Covid-19.
Berbagai manfaat yang ditawarkan tersebut, membuat tren tambulampot di masyarakat meningkat. Umumnya tanaman tabulampot juga memerlukan pemupukan. Sekarang ini, masyarakat juga lebih banyak memakai pupuk kimia dibanding pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami.
Sebenarnya, pupuk organik adalah salah satu bahan yang penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah secara aman. Maksudnya, produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan–bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan aman dikonsumsi.
Sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) membuat pupuk yang terbuat dari bahan alami limbah air budidaya ikan lele sistem bioflok dan kotoran ayam, sehingga ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek negatif jangka panjang bagi tanaman. Pupuk organik ini berbentuk cair dan berfungsi memacu pertumbuhan tanaman, khususnya tabulampot.
Mereka adalah Irfan Aldi Fitrian dan Annisa Kusumawati, Ahmad Sauki Al Zamani dan Shibghotulloh Umar Rosyadi. Menurut Irfan Aldi Fitrian, budidaya ikan lele sistem bioflok merupakan usaha budidaya ikan lele dengan padat tebar tinggi, penggunaan jumlah pakan yang tinggi, penambahan aerase dan penggantian air secara berkala dalam jumlah besar, serta menghasilkan air limbah yang besar pula. Air limbah budidaya lele sistem bioflok di dalamnya berupa akumulasi residu organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran lele, partikel-partikel pakan serta bakteri dan alga.
“Air limbah budidaya lele sistem intensif bisa diolah menjadi pupuk organik, khususnya pupuk organik cair” kata Irfan, Jumat (18/03/2022).
Sayangnya, lanjut Irfan, potensi air limbah budidaya lele tersebut belum dimanfaatkan optimal. Bahkan, sering dijumpai pembudidaya lele masih membuang begitu saja air limbah tersebut di sekitar pemukiman. Padahal, air hasil budidaya sistem bioflok mengandung banyak bahan organik, khususnya kandungan nitrogen yang tinggi. Kandungan nitrogen yang ada pada air budidaya ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk pada tanaman.
Annisa Kusumawati menambahkan, kotoran ayam juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman karena mengandung unsur nitrogen yang tinggi, serta kalium dan fosfor.
“Dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya, pupuk kompos dari kotoran ayam mempunyai kandungan hara yang tertinggi,” ungkap Annisa.
Alasannya, karen bagian cair dan bagian padat dari feses ayam tercampur menjadi satu, di mana unsur nitrogennya tiga kali lipat lebih banyak dari jenis pupuk lain.
Ahmad Sauki Al Zamani meneruskan, bahan baku dalam pembuatan pupuk yang dinamai “Mbah Eka” ini adalah limbah kotoran ayam kering dan limbah lele.
“Limbah lele bisa diambil dari kolam. Sedangkan kotoran ayam diambil dari kendang milik penduduk,” imbuh Ahmad Sauki.
Langkah awal pembuatan pupuk dimulai dengan menebar bibit lele ke dalam kolam bioflok yang sudah disiapkan. Tidak lupa, perawatannya mulai dari pemberian pakan, kualitas air, dan pencegahan penyakit pada bibit lele. Saat air lele mulai memasuki 2 minggu, perlu adanya pergantian air, tetapi air tersebut tidak dibuang, namun ditampung ke dalam wadah drigen yang disiapkan, kemudian masukan kotoran ayam kering lalu ditambahkan EM4 pertanian dan tetes tebu secukupnya dan difermentasi selama 2-3 minggu.
Pembuatan produk dilakukan dua kali. Yakni pada minggu kedua dan keempat, setelah penyebaran bibit lele. Pupuk ditempatkan dalam botol dan siap dipasarkan. Kadar hara yang terkandung di dalam pupuk organik cair dari air limbah budidaya lele sistem intensif berkisar 0,06-0,62 % (Corganik), 0,49-1,32 % (Nitrogen), ), 06- 0,35% (Phosfat), 0,22-4,97 % (kalium) dengan pH 5,67-8,00.
Karya ini berhasil meraih dana Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan.(*)