Museum Dewantara Kirti Griya Diteliti Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

0

Peneliti melakukan wawancara dengan pengelola museum.

YOGYAKARTA – Salah satu pendukung pergerakan perekonomian di Yogyakarta adalah sektor pariwisata. Upaya pengembangan pariwisata ternyata berdampak pada sektor ekonomi lain dan berkontribusi dalam peningkatan lapangan kerja.

Kegiatan pariwisata, selain menjual komoditas obyek wisata atau kuliner, ternyata wisata edukasi menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi DIY memiliki predikat sebagai kota pelajar. Tidak jarang, hal tersebut menjadi rujukan setiap instansi pendidikan atau pelajar untuk mengunjunginya.

Segmen dalam wisata edukasi tidak hanya terbatas bagi pelajar saja. Namun, diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin menambah pengalaman baru dalam suasana belajar di luar kelas.

Untuk mendukung semua itu diperlukan metode bernama Triple Helix. Ini merupakan sinergi tiga kutub, yaitu akademisi, bisnis, dan pemerintah. Triple Helix menjadi penting di dalam situasi pandemi kali ini. Saat ini, situasi yang ada memaksa melakukan pembaruan inovasi dan beradaptasi demi menciptakan keunggulan dalam persaingan serta mampu menumbuhkan kembali gelora ekonomi yang lesu.

Triple helix merupakan penggerak lahirnya kreativitas, ide, dan ketrampilan. Inilah yang menjadi fokus penelitian mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Ilham Alif Fianto dan Diah Nadiatul Jannah dari Prodi Pendidikan IPS, serta Aditia Pramudia Sunandar dari Prodi Pendidikan Biologi. Mereka meneliti implementasi Triple Helix dalam mendorong pertumbuhan industri kreatif melalui wisata edukasi di Museum Kirti Griya.

Menurut Ilham Alif Fianto, wisata edukasi di Yogyakarta cukup banyak. Mulai dari Taman Pintar, Nutfah Plasma Pisang, hingga museum.

“Kota Yogyakarta mempunyai 17 buah museum yang menawarkan daya tarik wisata edukasi yang berbeda  antara satu museum dengan lainnya,” ungkap Ilham, pekan lalu.

Berdasarkan potensi tersebut, tidak heran perlu dilakukan pengelolaan melalui industri kreatif yang berdaya saing dalam menciptakan pembaruan dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Sementara itu, peran dari aktor akademik bisa dikatakan menjadi peran kunci pengembangan triple helix tersebut. Yakni, sebagai transfer inovasi dan riset tepat guna melalui lembaga pendidikan atau perguruan tinggi. Tidak hanya tingkat lembaga pendidikan, aktor akademik juga mencakup cendekiawan. Seperti budayawan, seniman, para pendidik, para pelopor di paguyuban, padepokan, sanggar budaya dan seni, individu atau kelompok studi dan peneliti, penulis, dan tokoh lainnya di bidang seni, budaya dan ilmu pengetahuan yang berperan menerapkan ilmu serta menularkannya.

Diah Nadiatul Jannah menambahkan, mereka melakukan penelitian di Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta. Alasannya, museum tersebut memiliki sisi edukatif dari aspek historis sebagai wadah pendidikan Tamansiswa yang menginspirasi beberapa lembaga yang berdiri sampai lini, dari lembaga akademis sampai bisnis di dalamnya.

Ternyata, museum tersebut menyimpan barang dan dokumentasi peninggalan Ki Hadjar Dewantara beserta keluarganya selama hidup. Menariknya, museum tersebut juga tercatat sebagai situs cagar budaya nasional.

“Bangunan museum ini dibangun pada tahun 1915  dengan corak arsitektur perpaduan antara bangsa Eropa  dan Jawa dan dahulu merupakan bekas rumah dari Ki Hadjar Dewantara,” jelas Diah.

Aditia Pramudia Sunandar menambahkan, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan setiap aktor triple helix memiliki peranan yang berbeda-beda dalam mengembangkan Museum Dewantara Kirti Griya. Aktor akademisi adalah Komunitas Cakra Dewantara yang berperan mengembangkan inovasi dan katalisator program museum serta riset.

Aktor pemerintah adalah Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB). Mereka berperan menjaga nilai-nilai Ki Hadjar Dewantara melalui penelitian dan rekomendasi kebijakan serta bisa dikembangkan perihal pendanaan.

“Aktor industri adalah pengelola museum berperan dalam mempromosikan, merawat, dan mengakomodir segala kegiatan yang diadakan atas nama Museum Dewantara Kirti Griya,” ungkap Aditia.

Sementara itu, program yang dilakukan aktor triple helix di Museum Dewantara Kirti Griya sebagai wisata edukasi meliputi webinar, museum tour, podcast dan sebagainya dilakukan aktor akademisi. Kegiatan acara seremonial, penelitian, dan promosi oleh aktor pemerintah yang bisa dikembangkan dalam kerja sama lembaga.

Kemudian, kegiatan promosi, perawatan, dan inventarisasi peninggalan Ki Hadjar Dewantara oleh aktor industri bisa dikembangkan dalam peningkatan sumber daya manusia. Di sisi lain, pengaruh yang diberikan terhadap Museum Dewantara Kirti Griya adalah aktor akademisi yang memberikan pengaruh inovasi berupa digitalisasi kegiatan yang membuat museum dikenal selama Pandemi Covid-19.

Aktor pemerintah memberikan pengaruh hasil riset yang digunakan luas oleh guru-guru di Indonesia dan aktor industri memberikan keterbukaan dan fasilitasi perizinan berkaitan kegiatan komunitas dan anak muda di Museum Dewantara Kirti Griya.

Penelitian ini meraih dana dari Bappeda melalui program Anugerah Inovasi dan Penelitian Bappeda Yogyakarta.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *