Sukses Macapat Senja di Malioboro, Ada Tembang Cinta dan Ingkar Janji

0

YOGYAKARTA – Senja di Malioboro terasa berbeda, Selasa sore (28/6/2022). Tidak seperti biasanya, pengunjung yang hadir di Kawasan Malioboro, pengu dihangatkan dengan tembang macapat yang mengalun merdu. Kinanthi dan Asmarandana terangkai tembang yang diciptakan bersama oleh seniman macapat yang membaur dengan pedagang dan wisatawan.

Tembang Kinanthi tentang gadis yang ingkar janji, juga tembang Asmarandana tentang cinta di Malioboro. Tembang macapat yang diciptakan secara spontan tersebut didendangkan secara merdu oleh Paksi Raras Alit bersama Mantradisi Band.

Aksi kreatif inovatif dalam mengemas pertunjukan Macapat digelar Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta. Bertempat di Teras Malioboro 2 sisi Barat, acara dimulai pukul 15.30 WIB dan berakhir pada pukul 17.30 WIB. Uniknya lagi, gelaran Macapat tersebut dikemas dalam format kekinian dan menampilkan seniman muda pelestari budaya. Macapat Senja sengaja digelar sebagai upaya mempertahankan eksistensi tembang Macapat di kalangan generasi muda.

Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Ismawati Retno SIP, MA, menjelaskan event Macapat Senja tersebut menjadi benteng dalam upaya mengimbangi akulturasi budaya di tengah gempuran budaya modern.

“Ini merupakan upaya filterisasi dari budaya asing. Tembang Macapat memiliki tantangan besar dari arus modernisasi. Keseharian di masa kecil saya, macapat masih sering ditembangkan orang dewasa maupun anak-anak pada malam hari. Terkadang ditembangkan orang tua untuk anaknya menjelang tidur. Saat ini, sudah jarang terjadi dan terancam memudar,” jelasnya.

Macapat Senja di Malioboro memiliki arti untuk menghidupkan kebiasaan menggunakan budaya lokal sekaligus mendekatkan masyarakat dengan seni tradisi. Karenanya, pementasan macapat klasik dan kontemporer dikemas lebih segar sesuai selera kawula muda. Sebanyak 50 orang pelaku seni yang terlibat adalah generasi muda. Mereka menampilkan macapat challenge dan macapat free style, tanpa meninggalkan aturan metrum berupa guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan pada tembang macapat.

Seniman macapat yang terlibat adalah kelompok anak muda jawara macapat seperti Hilma Aulia Isna Dewi, Andrea Pramesti Putri, Stephanie Emmanuela putri, Devandrea Darmadipa, Rahmadini Vania, Ivana Trea Invioleta, Orivanesya Audrey, Almira Sahda, Aliya Nirwasita, dan Vinsama Krisna. Juga kelompok seniman Macapat Muda Tamansiswa.

Pelaku seni Macapat Challenge Danang Fitrianto (Marto Paidi), Maria Ratna Anggraini Santoso, Sri Yuwaningtyas Sukma Putri, Anggraini Puspita Imani, Rahmat Edhy Purnomo dan Rizki Nur Hakiki. Macapat Free Style oleh kelompok Mantradisi yang pimpinan Paksi Raras Alit. Acara lebih gayeng karena dipandu MC  Ferian Fembriansyah.

Agenda juga dimeriahkan dengan talkshow tentang macapat oleh Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya bersama Muhammad Bagus Febriyanto S.S. MHum, dari Komunitas Jagongan Naskah / Dosen UIN Sunan Kalijaga dan Dosen Prodi Sastra Jawa UGM Rudy Wiratama, S.IP., M.A., serta digawangi moderator Gundhi S.Sos.

Pada kesempatan tersebut, Aman Yuriadijaya mengatakan, bahwa melestarikan merupakan cara mengkontekstualisasi antara materi dengan situasinya.

“Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta memberikan perhatian serius pada upaya pelestarian budaya. Keunikan yang berangkat dari akar budaya akan menciptakan atmosfer Kota Yogyakarta yang berbasis tradisi budaya,” jelas Aman.

Sementara itu, Bagus Febriyanto menjelaskan, tradisi macapat telah menyebar sejak lama di kawasan Jawa, Bali, hingga Lombok. Di wilayah tersebut ditemukan manuskrip berisi cerita-cerita berbasis macapat. Hingga saat ini tradisi macapat masih terus bertahan dan bertumbuh. Salah satunya dikarenakan keunikan macapat yang secara teks tidak harus berisi sesuatu yang berat, namun juga peristiwa ringan sehari-hari pun bisa dijadikan materi macapat. “Macapat sangat luwes, tidak harus disampaikan dengan bahasa yang berat,” jelasnya.

Kepala Bidang Sejarah Permuseuman Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Drs. Dwi Hana Cahya Sumpena menjelaskan, agenda ini memiliki tujuan melestarikan sastra lokal dalam tembang macapat kepada kalangan muda, sekaligus menghidupkan kembali tradisi ber-macapat dalam keseharian masyarakat, guna membendung masuknya budaya modern yang kurang sesuai nilai-nilai budaya Jawa.

Salah satu pengisi acara, Paksi Raras Alit, usai pentas menyatakan apresiasinya atas penyelenggaraan event tersebut. “Ini acara yang sangat keren. Macapat tapi dalam kemasan yang segar, interaktif, dan partisipatif dengan seluruh pengunjung di Teras Malioboro 2. Semua menyumbangkan macapat. Konsep freestyle ini merupakan sebuah kebaruan di saat ini. Kebudayaan yang klasik harus dikemas dengan cara-cara yang modern, kemasan yang peka dengan tren kekikinian, semoga tujuan memasyarakatkan macapat dan memacapatkan masyarakat tercapai. Kita lihat, sore ini atensi masyarakat luar biasa,” ungkap Paksi.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *